bukan
intelektual abal-abal
Sampul Buku Pesan-Pesan
Al-Quran
Sumber: Serambi
|
Kata “Pelantan” yang digunakan
sebagai nama media ini terinspirasi dari buku karya Djohan Effendi. Buku
tersebut ialah Pesan-Pesan Al-Quran :
Mencoba Mengerti Intisari Kitab Suci. Buku ini membahas mengenai
pesan-pesan global dalam Al-Quran yang disajikan secara malar dari Al-Fatihah
hingga Al-Naas. Penyajiannya tanpa mengupas ayat demi ayat namun surat demi
surat. Cara penulis menyajikan dengan meringkas penafsiran dalam satu buku
setelabal 264 halaman ini merupakan prestasi yang harus diapresiasi.
Buku ini tergolong dalam buku tafsir.
Secara umum, buku tafsir memiliki empat macam metode penyusunan. Pertama adalah
metode analisis (Tahlily). Metode ini
berupaya mengupas ayat demi ayat secara berurutan sesuai dengan perurutan dalam
Mushaf. Kedua adalah metode global (Ijmaly).
Metode ini menguraikan makna global yang dikandung oleh ayat yang ditafsirkan
dan hikmah yang terkandung. Ketiga adalah metode perbandingan (Muqarin). Metode ini membandingkan
makna setiap ayat yang membahas masalah yang sekilas sama namun menggunakan
redaksi kata yang berbeda. Keempat adalah metode tematik (Maudhu’i). Metode ini menghimpun semua ayat yang membahas satu tema
tertentu dan kemudian dianalisis setiap ayat lalu disimpulkan secara menyeluruh
terkait tema yang dibahas.
Dilihat dari metode penafsiran, buku
ini cenderung memadukan metode pertama, kedua, dan keempat. Penuturan diberikan
secara runtut sesuai perurutan dalam Mushaf, ditampakkan maknanya secara
global, dan terdapat tema tertentu yang didalami.
Melalui buku ini penulis menuntun
pembaca untuk mencerna makna firman Pelantan dengan ulasan yang tak panjang
lebar. Hal ini menjadi solusi bagi mereka yang sibuk dengan rutinitas harian
namun ingin memahami kandungan Al-Quran. Mereka tak harus menyediakan banyak
waktu untuk membaca berjilid buku-buku tafsir yang lain. Bagi pembaca yang
berminat menyelami Al-Quran, buku ini ibarat gapura untuk memulai langkah dalam
memahami Al-Quran.
Meski demikian, penulisan dengan cara
meringkas ini memiliki kelemahan. Demi menyederhanakan, penulis terpaksa
memusatkan perhatian pada tema tertentu dalam setiap surat yang tak bisa
dipungkiri beberapa surat mengandung beragam tema. Terdapat beberapa tema yang dilewatkan
dalam setiap surat. Terkadang tema yang dilewatkan penulis justru topik yang
dianggap penting oleh intelektual lain.
Hebatnya penulis cerdas membaca
keadaan. Penulis dengan rendah hati memperingatkan pembaca dalam kata
pengantarnya. Dalam kata pengantar tersebut penulis menyebutkan, “Buku ini
hadir dengan berbagai keterbatasan mengenai apa yang saya pahami. Tidak lepas
dari kekurangan dan kekhilafan, bersifat subjektif, relatif dan tidak final.
Buku ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk ditulis sebagai naskah akademis,
atau hasil dari sebuah kajian ilmiah.” Jadi kalaupun terdapat kekurangan,
penulis sudah terlindungi dengan ungkapan kerendah-hatiannya ini.
Kecerdasan membaca keadaan juga
tampak ketika pembahasan masuk pada topik problematis. Topik problematis
seringkali menjadi pemicu debat hebat berkepanjangan. Namun dalam buku ini
penulis seakan tak ingin masuk ke dalam perdebatan-perdebatan topik problematis
tersebut. Penulis sekedar menegaskan pendapatnya dengan mengabaikan wacana yang
bertentangan dengan pendapatnya tersebut.
Farid Esack, seorang intelektual asal
Afrika Selatan, dalam buku The Qur’an: a
User’s Guide (2005), membagi hubungan seseorang dengan Al-Quran ke dalam
enam bentuk. Ia mengumpamakan interaksi seseorang dengan Al-Quran bagaikan
hubungan antara Pecinta (lover)
dengan Kekasihnya (beloved). Keenam
bentuk itu adalah: the uncritical lover
(pecinta buta), the scholarly lover
(pecinta ilmiah), the critical lover
(pecinta kritis), the friend of lover
(kerabat pecinta), the voyeur (para
pengintai), dan the polemicst (para
pembantah). Oleh Farid Esack, tiga bentuk awal diperuntukkan untuk kalangan
Muslim dan tiga bentuk akhir untuk kalangan non-Muslim.
Bentuk pertama, yaitu the uncritical lover (pecinta buta).
Mereka yang tergolong ke dalam bentuk ini memperlakukan Al-Quran sebagai kitab
sakral. Bentuk pertama ini mengukuhkan kesucian Al-Quran tanpa kajian. Sehingga
mereka merasa tak perlu mempertanyakan apapun dalam Al-Quran dan tak pernah
tahu apa makna dan kegunaannya.
Bentuk kedua adalah the scholarly lover (pecinta ilmiah).
Para Pecinta Ilmiah berupaya melakukan kajian untuk memperkaya pemahaman
mengenai Al-Quran. Melalui pemahaman ini mereka berupaya menjelaskan mengenai
keistimewaan-keistimewaan Al-Quran sembari mengajak agar setiap pihak menerima
keistimewaan tersebut. Bentuk kedua ini berupaya mengukuhkan kesucian Al-Quran
dengan argumen ilmiah.
Bentuk ketiga adalah para the critical lover (pecinta kritis).
Pecinta kritis tak ragu bersikap kritis atas beragam permasalahan yang termuat
di dalam Al-Quran. Pecinta kritis berusaha memberikan pemahaman lain mengenai
Al-Quran. Sehingga seringkali para penafsir dalam seperti ini mendapat kecaman
dan kerap dipertanyakan rasa kecintaannya terhadap Al-Quran.
Bentuk keempat adalah the friend of lover (kerabat pecinta).
Kerabat pecinta ini berupaya menunjukkan empatinya terhadap Al-Quran tanpa rasa
sungkan menampakkan kekaguman mereka terhahadap kitab mulia umat Islam
tersebut. Mereka turut melakukan kajian kritis namun dalam pengungkapan
pendapatnya diberikan dengan cara yang simpatik dan empatik.
Bentuk kelima adalah the voyeur (para pengintai). Mereka
adalah para pengkaji Al-Quran yang mengkritis habis Al-Quran secara
membabi-buta. Mereka biasa bersikap negatif terhadap Al-Quran namun kadang
masih mengakui sisi positif Al-Quran selama diungkapkan dengan alasan yang
meyakinkan.
Bentuk keenam adalah the polemicst
(para pembantah). Para pembantah berupaya melakukan studi tentang Al-Quran yang
hanya mengungkap sisi-sisi lemahnya saja. Mereka membaca dan memandang Al-Quran
dengan nada sumbang yang terus bersikap antipati pada Al-Quran.
Dikaitkan dengan gagasan Farid Esack
tersebut, buku karya Djohan Effendi ini cenderung berada pada posisi antara scholarly lover dan critical lover. Djohan Effendi tampak ingin menunjukkan keindahan
dan keagungan Al-Quran yang memperlihatkan posisinya sebagai scholarly lover. Namun ia juga
memberikan ketegasannya dalam memandang Al-Quran bukan sebagai kitab ideologi,
politik, hukum, dan saintifik yang memperlihatkan posisinya sebagai seorang critical lover.
Keindahan Al-Quran ditampakkan pula
melalui gaya bahasa yang digunakan. Selain menggunakan bahasa yang lugas,
pembaca juga dimanja dengan penuturan yang sangat indah. Penulis tak ragu
menggunakan kata yang tak lagi populer di pasaran, namun memiliki keindahan
yang tinggi. Pemilihan redaksi Pelantan, contohnya, yang digunakannya untuk
menerjemahkan Rabb, “Segala puji bagi
Dia Pelantan semesta alam.” Menurut tesaurus Pelantan mengandung arti :
perawat, pengasuh, pembina, pengayom, dan pencipta.
Selain menggunakan kata-kata indah,
penulis juga melakukan pemuisian penafsiran Al-Quran untuk surat-surat juz ‘Amma. Penulis mampu menyusun karya
tafsir yang biasanya berbentuk prosa ke dalam bentuk puisi yang indah. Salah
satunya surat Al-Lahab, “Binasa kedua tangan Abu Lahab. Sungguh binasa dia.
Harta dan segala usahanya tak sedikitpun memberi guna. Akan dicampakkan dia ke
dalam api menyala. Juga istrinya yang membawa kayu bakar, pada lehernya jerat
tali sabut melingkar.” Terdapat rima dan irama yang enak ketika dibaca dalam
penerjemahan seperti ini. [ars]
Identitas Buku
Judul : Pesan-Pesan Al-Quran : Mencoba
Mengerti Intisari Kitab Suci
No.
ISBN : 9789790243279
Penulis : Djohan Effendi
Serambi : Serambi
Waktu
Terbit : Juli 2012
Jumlah
Halaman : 544 Halaman
Jenis
Sampul : Sampul Lunak
Teks
Bahasa : Indonesia
Harga : Rp 80.000
Referensi:
Effendi,
Djohan. (2012). Pesan-Pesan Al-Quran :
Mencoba Mengerti Intisari Kitab Suci. Jakarta: Serambi.
Esack,
Farid. (2007). The Qur’an: A User’s
Guide. Oxford: Oneworld Publications.
Shihab, M.
Quraish. (2015). Kaidah Tafsir: Syarat,
Ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda Ketahui dalam Memahami al-Qur’an.
Tangerang: Lentera Hati.
Presentasi Jalaluddian
Rakhmat dan Novriantoni Kahar pada 25 September 2013 di Utan Kayu Jakarta
Timur.
0 comments
Post a Comment