Monday, 12 October 2015

Inspirasi Dari Djohan Effendi



bukan intelektual abal-abal

Sampul Buku Pesan-Pesan Al-Quran

Sumber: Serambi

Kata “Pelantan” yang digunakan sebagai nama media ini terinspirasi dari buku karya Djohan Effendi. Buku tersebut ialah Pesan-Pesan Al-Quran : Mencoba Mengerti Intisari Kitab Suci. Buku ini membahas mengenai pesan-pesan global dalam Al-Quran yang disajikan secara malar dari Al-Fatihah hingga Al-Naas. Penyajiannya tanpa mengupas ayat demi ayat namun surat demi surat. Cara penulis menyajikan dengan meringkas penafsiran dalam satu buku setelabal 264 halaman ini merupakan prestasi yang harus diapresiasi.

Buku ini tergolong dalam buku tafsir. Secara umum, buku tafsir memiliki empat macam metode penyusunan. Pertama adalah metode analisis (Tahlily). Metode ini berupaya mengupas ayat demi ayat secara berurutan sesuai dengan perurutan dalam Mushaf. Kedua adalah metode global (Ijmaly). Metode ini menguraikan makna global yang dikandung oleh ayat yang ditafsirkan dan hikmah yang terkandung. Ketiga adalah metode perbandingan (Muqarin). Metode ini membandingkan makna setiap ayat yang membahas masalah yang sekilas sama namun menggunakan redaksi kata yang berbeda. Keempat adalah metode tematik (Maudhu’i). Metode ini menghimpun semua ayat yang membahas satu tema tertentu dan kemudian dianalisis setiap ayat lalu disimpulkan secara menyeluruh terkait tema yang dibahas.

Dilihat dari metode penafsiran, buku ini cenderung memadukan metode pertama, kedua, dan keempat. Penuturan diberikan secara runtut sesuai perurutan dalam Mushaf, ditampakkan maknanya secara global, dan terdapat tema tertentu yang didalami.

Melalui buku ini penulis menuntun pembaca untuk mencerna makna firman Pelantan dengan ulasan yang tak panjang lebar. Hal ini menjadi solusi bagi mereka yang sibuk dengan rutinitas harian namun ingin memahami kandungan Al-Quran. Mereka tak harus menyediakan banyak waktu untuk membaca berjilid buku-buku tafsir yang lain. Bagi pembaca yang berminat menyelami Al-Quran, buku ini ibarat gapura untuk memulai langkah dalam memahami Al-Quran.

Meski demikian, penulisan dengan cara meringkas ini memiliki kelemahan. Demi menyederhanakan, penulis terpaksa memusatkan perhatian pada tema tertentu dalam setiap surat yang tak bisa dipungkiri beberapa surat mengandung beragam tema. Terdapat beberapa tema yang dilewatkan dalam setiap surat. Terkadang tema yang dilewatkan penulis justru topik yang dianggap penting oleh intelektual lain.

Hebatnya penulis cerdas membaca keadaan. Penulis dengan rendah hati memperingatkan pembaca dalam kata pengantarnya. Dalam kata pengantar tersebut penulis menyebutkan, “Buku ini hadir dengan berbagai keterbatasan mengenai apa yang saya pahami. Tidak lepas dari kekurangan dan kekhilafan, bersifat subjektif, relatif dan tidak final. Buku ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk ditulis sebagai naskah akademis, atau hasil dari sebuah kajian ilmiah.” Jadi kalaupun terdapat kekurangan, penulis sudah terlindungi dengan ungkapan kerendah-hatiannya ini.

Kecerdasan membaca keadaan juga tampak ketika pembahasan masuk pada topik problematis. Topik problematis seringkali menjadi pemicu debat hebat berkepanjangan. Namun dalam buku ini penulis seakan tak ingin masuk ke dalam perdebatan-perdebatan topik problematis tersebut. Penulis sekedar menegaskan pendapatnya dengan mengabaikan wacana yang bertentangan dengan pendapatnya tersebut.

Farid Esack, seorang intelektual asal Afrika Selatan, dalam buku The Qur’an: a User’s Guide (2005), membagi hubungan seseorang dengan Al-Quran ke dalam enam bentuk. Ia mengumpamakan interaksi seseorang dengan Al-Quran bagaikan hubungan antara Pecinta (lover) dengan Kekasihnya (beloved). Keenam bentuk itu adalah: the uncritical lover (pecinta buta), the scholarly lover (pecinta ilmiah), the critical lover (pecinta kritis), the friend of lover (kerabat pecinta), the voyeur (para pengintai), dan the polemicst (para pembantah). Oleh Farid Esack, tiga bentuk awal diperuntukkan untuk kalangan Muslim dan tiga bentuk akhir untuk kalangan non-Muslim.

Bentuk pertama, yaitu the uncritical lover (pecinta buta). Mereka yang tergolong ke dalam bentuk ini memperlakukan Al-Quran sebagai kitab sakral. Bentuk pertama ini mengukuhkan kesucian Al-Quran tanpa kajian. Sehingga mereka merasa tak perlu mempertanyakan apapun dalam Al-Quran dan tak pernah tahu apa makna dan kegunaannya.

Bentuk kedua adalah the scholarly lover (pecinta ilmiah). Para Pecinta Ilmiah berupaya melakukan kajian untuk memperkaya pemahaman mengenai Al-Quran. Melalui pemahaman ini mereka berupaya menjelaskan mengenai keistimewaan-keistimewaan Al-Quran sembari mengajak agar setiap pihak menerima keistimewaan tersebut. Bentuk kedua ini berupaya mengukuhkan kesucian Al-Quran dengan argumen ilmiah.

Bentuk ketiga adalah para the critical lover (pecinta kritis). Pecinta kritis tak ragu bersikap kritis atas beragam permasalahan yang termuat di dalam Al-Quran. Pecinta kritis berusaha memberikan pemahaman lain mengenai Al-Quran. Sehingga seringkali para penafsir dalam seperti ini mendapat kecaman dan kerap dipertanyakan rasa kecintaannya terhadap Al-Quran.

Bentuk keempat adalah the friend of lover (kerabat pecinta). Kerabat pecinta ini berupaya menunjukkan empatinya terhadap Al-Quran tanpa rasa sungkan menampakkan kekaguman mereka terhahadap kitab mulia umat Islam tersebut. Mereka turut melakukan kajian kritis namun dalam pengungkapan pendapatnya diberikan dengan cara yang simpatik dan empatik.

Bentuk kelima adalah the voyeur (para pengintai). Mereka adalah para pengkaji Al-Quran yang mengkritis habis Al-Quran secara membabi-buta. Mereka biasa bersikap negatif terhadap Al-Quran namun kadang masih mengakui sisi positif Al-Quran selama diungkapkan dengan alasan yang meyakinkan.

Bentuk keenam adalah the polemicst (para pembantah). Para pembantah berupaya melakukan studi tentang Al-Quran yang hanya mengungkap sisi-sisi lemahnya saja. Mereka membaca dan memandang Al-Quran dengan nada sumbang yang terus bersikap antipati pada Al-Quran.

Dikaitkan dengan gagasan Farid Esack tersebut, buku karya Djohan Effendi ini cenderung berada pada posisi antara scholarly lover dan critical lover. Djohan Effendi tampak ingin menunjukkan keindahan dan keagungan Al-Quran yang memperlihatkan posisinya sebagai scholarly lover. Namun ia juga memberikan ketegasannya dalam memandang Al-Quran bukan sebagai kitab ideologi, politik, hukum, dan saintifik yang memperlihatkan posisinya sebagai seorang critical lover.

Keindahan Al-Quran ditampakkan pula melalui gaya bahasa yang digunakan. Selain menggunakan bahasa yang lugas, pembaca juga dimanja dengan penuturan yang sangat indah. Penulis tak ragu menggunakan kata yang tak lagi populer di pasaran, namun memiliki keindahan yang tinggi. Pemilihan redaksi Pelantan, contohnya, yang digunakannya untuk menerjemahkan Rabb, “Segala puji bagi Dia Pelantan semesta alam.” Menurut tesaurus Pelantan mengandung arti : perawat, pengasuh, pembina, pengayom, dan pencipta.

Selain menggunakan kata-kata indah, penulis juga melakukan pemuisian penafsiran Al-Quran untuk surat-surat juz ‘Amma. Penulis mampu menyusun karya tafsir yang biasanya berbentuk prosa ke dalam bentuk puisi yang indah. Salah satunya surat Al-Lahab, “Binasa kedua tangan Abu Lahab. Sungguh binasa dia. Harta dan segala usahanya tak sedikitpun memberi guna. Akan dicampakkan dia ke dalam api menyala. Juga istrinya yang membawa kayu bakar, pada lehernya jerat tali sabut melingkar.” Terdapat rima dan irama yang enak ketika dibaca dalam penerjemahan seperti ini. [ars]

Identitas Buku


Judul                 : Pesan-Pesan Al-Quran : Mencoba Mengerti Intisari Kitab Suci
No. ISBN            : 9789790243279
Penulis               : Djohan Effendi
Serambi             : Serambi
Waktu Terbit      : Juli 2012
Jumlah Halaman : 544 Halaman
Jenis Sampul      : Sampul Lunak
Teks Bahasa       : Indonesia
Harga                : Rp 80.000


Referensi:
Effendi, Djohan. (2012). Pesan-Pesan Al-Quran : Mencoba Mengerti Intisari Kitab Suci. Jakarta: Serambi.
Esack, Farid. (2007). The Qur’an: A User’s Guide. Oxford: Oneworld Publications.
Shihab, M. Quraish. (2015). Kaidah Tafsir: Syarat, Ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda Ketahui dalam Memahami al-Qur’an. Tangerang: Lentera Hati.
Presentasi Jalaluddian Rakhmat dan Novriantoni Kahar pada 25 September 2013 di Utan Kayu Jakarta Timur.


0 comments

Post a Comment