Sejak Era Majapahit hingga Republik
Indonesia
Oleh
: Indra J Piliang
Salah
satu sudut Aceh
|
Aceh
memang unik. Baca saja buku-buku Antony Reid. Pada awal abad ke-20 saja, orang
Aceh menyebut orang Minang sebagai kapee Padang (Padang Kafir). Aceh adalah
satu-satunya negara di Nusantara yang menjalin kerjasama militer dengan
imperium Turki Utsmaniah (Ottoman) pada zamannya. Beberapa kali armada-armada Majapahit
berhadapan dengan armada-armada Aceh yang didukung kapal-kapal perang Turki
Utsmaniah. Tapi tak sampai perang besar.
Aceh
menguasai pantai barat Sumatera. Bahkan Pariaman
(sekarang masuk propinsi Sumatera Barat) adalah salah satu wilayah “otonomi” Kerajaan
Aceh yang dilindungi secara militer. Di pantai timur Sumatera, Majapahit memercayakan
jalur laut kepada Adityawarman. Termasuk untuk menyingkirkan kaum bajak laut di
Selat Malaka. Beberapa kali armada Aceh dan armada Pagaruyung melakukan patroli
di Selat Malaka. Tujuannya mengamankan jalur-jalur perdagangan antar negara.
Sebagai
salah satu kerajaan besar yang ditaklukkan Belanda pada awal abad ke-20, Aceh
tak benar-benar dikuasai secara budaya dan sosio-politik. Sukarno-pun tidak
berhasil menguasai Aceh secara mutlak. Ada DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam
Indonesia). Soeharto-pun hingga akhir kekuasaannya memperlakukan DOM (Daerah
Operasi Militer) untuk Aceh. Aceh secara sosio-politik baru benar-benar
"tersistematisasi" pada zaman Gus Dur, yakni dengan UU Otonomi Khusus
tentang Propinsi NAD (Nangroe Aceh Darussalam) pada tahun 1999.
Dalam
dokumen-dokumen GAM (Gerakan Aceh Merdeka), Indonesia dianggap sebagai salah
satu negara Hindu terbesar. Bahkan sebutannya: Hindunesia, bukan
Indonesidanlahkan cari buku Bouraq Singa
kontra Garuda tentang GAM dan RI. Buku tersebut ditulis Indra Jaya Piliang,
lelaki kelahiran Pariaman. Dalam buku yang diterbitkan Ombak tahun 2010 ini ia menulis tentang filosofi “perjuangan” GAM
versus RI dalam sistem lambangnya. Aceh mungkin (akan) tetap mengalami kesulitan
dalam menuntaskan agenda integrasinya ke dalam nation-state Indonesia. Tak
mudah.
Sistem
hukum yang berlaku di Aceh adalah sinergi antara sistem hukum nasional dengan
sistem hukum Islam, yakni syariat Islam bagi kaum muslim. Karena sistem hukum
nasional RI masih mengadopsi sistem hukum kolonial (terutama Belanda), maka
Aceh masih tetap mengalami titik tegang.
Pendekatan
satu dimensi atas masalah-masalah di Aceh dewasa ini -termasuk yang meletup di
Singkil- tentu tak membawa solusi yang menyeluruh.
0 comments
Post a Comment