Thursday, 15 October 2015

Tak Pernah Mudah di Serambi Makkah



Sejak Era Majapahit hingga Republik Indonesia 


Oleh : Indra J Piliang


Salah satu sudut Aceh

Aceh memang unik. Baca saja buku-buku Antony Reid. Pada awal abad ke-20 saja, orang Aceh menyebut orang Minang sebagai kapee Padang (Padang Kafir). Aceh adalah satu-satunya negara di Nusantara yang menjalin kerjasama militer dengan imperium Turki Utsmaniah (Ottoman) pada zamannya. Beberapa kali armada-armada Majapahit berhadapan dengan armada-armada Aceh yang didukung kapal-kapal perang Turki Utsmaniah. Tapi tak sampai perang besar.

Aceh menguasai pantai barat Sumatera. Bahkan Pariaman (sekarang masuk propinsi Sumatera Barat) adalah salah satu wilayah “otonomi” Kerajaan Aceh yang dilindungi secara militer. Di pantai timur Sumatera, Majapahit memercayakan jalur laut kepada Adityawarman. Termasuk untuk menyingkirkan kaum bajak laut di Selat Malaka. Beberapa kali armada Aceh dan armada Pagaruyung melakukan patroli di Selat Malaka. Tujuannya mengamankan jalur-jalur perdagangan antar negara.

Sebagai salah satu kerajaan besar yang ditaklukkan Belanda pada awal abad ke-20, Aceh tak benar-benar dikuasai secara budaya dan sosio-politik. Sukarno-pun tidak berhasil menguasai Aceh secara mutlak. Ada DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia). Soeharto-pun hingga akhir kekuasaannya memperlakukan DOM (Daerah Operasi Militer) untuk Aceh. Aceh secara sosio-politik baru benar-benar "tersistematisasi" pada zaman Gus Dur, yakni dengan UU Otonomi Khusus tentang Propinsi NAD (Nangroe Aceh Darussalam) pada tahun 1999.

Dalam dokumen-dokumen GAM (Gerakan Aceh Merdeka), Indonesia dianggap sebagai salah satu negara Hindu terbesar. Bahkan sebutannya: Hindunesia, bukan Indonesidanlahkan cari buku Bouraq Singa kontra Garuda tentang GAM dan RI. Buku tersebut ditulis Indra Jaya Piliang, lelaki kelahiran Pariaman. Dalam buku yang diterbitkan Ombak tahun 2010 ini ia menulis tentang filosofi “perjuangan” GAM versus RI dalam sistem lambangnya. Aceh mungkin (akan) tetap mengalami kesulitan dalam menuntaskan agenda integrasinya ke dalam nation-state Indonesia. Tak mudah.

Sistem hukum yang berlaku di Aceh adalah sinergi antara sistem hukum nasional dengan sistem hukum Islam, yakni syariat Islam bagi kaum muslim. Karena sistem hukum nasional RI masih mengadopsi sistem hukum kolonial (terutama Belanda), maka Aceh masih tetap mengalami titik tegang.

Pendekatan satu dimensi atas masalah-masalah di Aceh dewasa ini -termasuk yang meletup di Singkil- tentu tak membawa solusi yang menyeluruh.

0 comments

Post a Comment